Letak
Kampung Daringo jauh dari pusat keramaian kota Kabupaten Karawang Jawa Barat.
Untuk pergi ke kota, jaraknya sekitar 60 km, dengan waktu tempuh hampir 2 jam.
Setiap hari Khairunnisa berangkat ke sekolah dengan waktu tempuh sekitar 2 jam
ke SMA 5 Karawang yang terletak di pusat kota. Agar dapat sampai di kota, siswi
kelas 2 itu pun harus rela beberapa kali naik kendaraan, karena tidak ada
angkutan umum yang bisa lewat depan sekolahnya secara langsung.
Meski
harus rela setiap hari berangkat ke sekolah sekitar pukul 05.00 pagi, tekad Icha
tidak pernah berhenti untuk bisa sekolah tinggi. Dengan sekolah, ia percaya
dapat meraih cita-cita dan kesuksesan. Ia sendiri ingin menjadi dokter. Agar
dapat terwujud cita-citanya, Icha punya tekad kuat untuk rajin belajar supaya
bisa lolos seleksi ujian masuk perguruan tinggi negeri.
Buku
dan materi pelajaran tidak luput dari perhatiannya sehari-hari. Icha merasa harus
getol belajar agar dapat bersaing berprestasi di antara teman-temannya di SMA 5
Karawang. Selama ini, prestasi Icha cukup moncer di kelasnya. Hal ini tidak
lepas dari semangat dan kegigihan Icha untuk memperlajari banyak hal, rajin
membaca buku, dan banyak berlatih menyelesaikan soal mata pelajaran sekolah.
**
Pada
masyarakat agraris seperti Kampung Daringo, level pendidikan SMA dinilai sudah
cukup tinggi. Apalagi untuk seorang perempuan. Teman-teman sebaya Icha umumnya
sudah memilih bekerja di ladang atau menikah. Mereka merasa tidak perlu sekolah
tinggi, karena umumnya hidup di kampung cukup sekolah sampai tingkat SD ataupun
SMP. Saat ini, Icha menempuh pendidikan SMA. Karena itu, banyak sanak saudara
ataupun para tetangganya kadang-kadang mencibir bahwa seorang anak perempuan
tidak perlu sekolah tinggi-tinggi.
Jika
menghadapi cibiran itu, Icha hanya tersenyum. Ia tidak bisa menyalahkan mereka.
Para tetangganya itu memang rata-rata tidak berpendidikan. Kerjanya hanya jadi
buruh tani ataupun buruh bangunan. Karena itu, mereka tidak memiliki perhatian
besar terhadap pendidikan untuk anak-anaknya.
Sebenarnya,
Icha pun hampir bernasib sama dengan teman-temannya yang tidak sekolah, yakni
tidak diperkenankan untuk melanjutkan sekolah ke SMA. Orang tua Icha pun hanya
seorang petani yang memiliki sawah beberapa hektar. Orang tuanya tidak memiliki
latar belakang pendidikan tinggi. Tetapi, karena Icha memiliki prestasi di sekolah
yang baik, sejak SD hingga SMA, maka ia pun banyak didorong oleh para gurunya
untuk terus melanjutkan sekolah. Karena didorong oleh para guru, maka orang
tuanya pun tergerak untuk rela membiayai Icha hingga SMA.
Kini,
Icha memiliki tekad untuk bisa kuliah, walaupun orang tuanya keberatan karena
merasa biaya kuliah amat mahal. Icha memahami kondisi orang tuanya. Tetapi, ia
merasa tekadnya tak dapat dibendung oleh siapapun. Ia percaya tekad yang kuat
akan menemukan jalannya sendiri. Karena itu, masa-masa SMA ini ingin ia gunakan
untuk belajar sebaik-baiknya agar kelak dapat masuk perguruan tinggi negeri.
**
Dengan
modal tekad kuat, Icha ingin dapat kuliah di perguruan tinggi negeri. Perguruan
tinggi negeri jadi impiannya karena dinilai mampu mengakomodasi keinginannya.
Kualitas pendidikan di perguruan tinggi negeri dinilai lebih baik dan
terjangkau daripada perguruan tinggi swasta. Di samping itu, di perguruan
tinggi negeri terbuka lebar kesempatan mendapatkan beasiswa pendidikan.
Untuk
itu, meskipun saat ini Icha duduk di kelas 2 SMA, Icha sudah giat belajar untuk
dapat bersaing tes seleksi perguruan tinggi negeri nanti. Karena itu, waktu
luang yang dimiliki Icha dimanfaatkan untuk belajar materi pelajaran atau
mencoba mengerjakan soal-soal tes perguruan tinggi negeri. Icha pun rajin
meminjam buku milik koleksi perpustakaan, ataupun memanfaatkan fasilitas
internet yang ada di laboratorium komputer perpustakaan.
Buku
dan fasilitas internet telah membantunya untuk menelusuri dan memudahkan
pencarian terhadap mata pelajaran yang dinilainya sulit dipahami. Jika buku ada
keterbatasan isinya, maka di internet hampir tidak terbatas informasinya. Karena
itu, internet pun menjadi pelengkap kebutuhan belajar Icha agar dapat meraih
suksesnya menembus perguruan tinggi negeri idaman.
**
Namun,
kemudahan mendapatkan akses buku dan internet itu terjadi tatkala Icha berada
di sekolah. Seringkali Icha meminjam banyak buku pelajaran dari perpustakaan
untuk dibawa ke rumah. Tetapi, semua itu kurang lengkap tanpa kehadiran
internet. Sebab, Icha menilai banyak soal yang jawabannya tidak ada di buku.
Karena itu, dengan platform mesin pencari Google, Icha dapat menelusuri setiap
soal yang jawabannya tidak ditemukan di buku.
Warung
internet (warnet) menjadi jawaban kebutuhan Icha atas kondisinya saat ini.
Hampir seminggu tiga kali Icha nongkrong di komputer warnet, yang terletak
tidak jauh dari rumahnya. Dengan adanya warnet, hal ini mampu membantu Icha untuk
memanfaatkan fasilitas internet. Dengan internet, Icha merasa tidak terkendala
oleh apapun. Bahkan, meskipun ia tidak meminjam buku pelajaran dari
perpustakaan, Icha dapat mencari soal latihan atau kunci jawaban dari kegiatan surfing di internet.
Akibat
sering pergi ke warnet, suatu kali sang Bapak pernah menegur Icha dan
melarangnya untuk pergi ke warnet. Menurut sang Bapak, bermain internet itu
sangat berbahaya karena banyak berisi gambar porno, sebagaimana disaksikan oleh
sang Bapak terhadap berita-berita di televisi. Karena itu, sang Bapak melarang
Icha untuk ke warnet. Namun, Icha berhasil meyakinkan bahwa Bapaknya bahwa dirinya
pergi ke warnet untuk mencari pengetahuan dan wawasan, karena adanya internet
memudahkan penggunanya untuk menelusuri informasi yang dicari. Akhirnya sang
Bapak pun sangat percaya pada Icha tidak mengakses content porno.
**
Icha
sendiri merasa tidak sayang apabila harus mengeluarkan banyak uang untuk pergi
ke warnet. Toh, itu membantunya untuk pengembangan wawasan dan pengetahuan
Icha. Icha merasa mendapatkan banyak pengetahuan dan wawasan dari kegiatan surfing di internet. Oleh karena itu,
demi ilmu pengetahuan, Icha rela memotong uang jajannya untuk dialokasikan
belajar di warnet.
Meskipun
demikian, sebenarnya ia berharap ada fasilitas internet gratis yang disediakan
untuk masyarakat desa. Selama ini, ada banyak program fasilitas internet untuk
masyarakat desa. Sayangnya, belum semua desa mendapatkan fasilitas internet
gratis dari Pemerintah atau operator telekomunikasi, seperti desanya. Padahal,
dengan adanya fasilitas internet gratis di desa, dapat menjadi pusat pembelajaran
anak yang bagus dan efektif.
0 Komentar untuk "Internet Sebagai Jendela Pengetahuan"