Dai Jadi Bintang Iklan

Dulu, Clifford Geertz menyebut dai/kiai (orang yang dihormati karena berpengatahuan agama) menjadi cultural broker di tengah masyarakatnya. Sebagai pialang, peran dai adalah orang yang memperkenalkan dua kebudayaan sekaligus pada masyarakat yakni antara Islam dan lokalitas. Pesantren adalah sintesa antara budaya Islam (content) dan tradisi pendidikan ala mondok (context) dari budaya Jawa. Risetnya pada tahun 1960-an, antroplog asal Amerika itu menemukan bahwa dai tidak lagi sekadar menjadi pimpinan pondok pesantren saja, melainkan menjadi juru bicara partai politik kala itu. Peran sentralnya dapat mempengaruhi masyarakat untuk meningkatkan perolehan suara. Di bidang politik, sampai sekarang dai masih banyak yang menjadi juru bicara politik.

Kini, apabila melihat fenomena aktual di dunia periklan, dai pun tidak sekadar jadi pendakwah saja, melainkan juga menjadi brand ambassador produk tertentu. Mereka menjadi bintang iklan produk-produk yang menarget konsumen muslim. Jika mengutip istilah Geertz, mereka telah menjadi cultural broker antara konsumen muslim dan produk milik brand owner. Mereka jadi endorser suatu produk ke konsumen muslim, mulai dari iklan busana muslim, sarung, operator telekokumikasi, larutan panas-dalam, helm, dll. Contoh dai yang sering muncul di TV jadi bintang iklan adalah Ustad Nur Maulana, Mamah Dedeh, Ustad Solmed, Ustad Jefri Al-Buchari, Ustad Ahmad Al Habsyi, dll. Tak jauh berbeda sebagai jubir politik, peran dai sebagai bintang iklan adalah mempengaruhi konsumen muslim untuk produk yang dipromosikannya.

Adanya peran baru dai sebagai bintang iklan ini tidak lepas dari perubahan perilaku konsumen kelas menengah muslim. Pertama, sumber informasi pengetahuan keagamaan kelas menengah muslim banyak dipengaruhi oleh TV. Dengan beragam programnya, TV jadi sumber informasi yang paling powerful diakses oleh kelas menengah muslim. Dari TV-lah banyak lahirnya para dai top yang ngepop di Tanah Air seperti, Ustad Solmed, Mamah Dedeh, Ustad Nur Maulana, dll. dKedua, peran dai sebagai bintang iklah telah memberikan rasa nyaman di mata konsumen muslim. Dengan kata lain, konsumen akan merasa tenang menggunakan produk yang disokong (endorsed) oleh dai.

Sumber Informasi Agama
Hasil riset Center for Middle-Class Consumer Studies (CMCS) di 6 kota besar menemukan bahwa sumber informasi pengetahuan agama kelas menengah muslim yang paling besar adalah dai (92%) dan TV (90%). Mengapa dai paling tinggi? Kelas menengah muslim kerap berkonsultasi langsung kepada dai di sekitaran rumah dan menonton ceramah dai di pengajian atau televisi. Kami surprise bahwa televisi masuk dalam kedua terbesar sebagai sumber informasi pengetahuan agama di mata kelas menengah muslim. Mengapa televisi? Televisi memiliki berbagai program religi yang tayang setiap hari seperti ceramah subuh, ensikplodia religi (seperti acara Khazanah), hingga sinetron religi. Dengan demikian, televisi menjadi sarana informasi pengetahuan agama yang paling sering diakses.



Dai as Influencer
Dengan melihat data di atas bahwa dai dan TV sebagai sumber informasi pengetahuan agama paling tinggi bagi kelas menengah muslim, lalu tidak mengherankan jika para pemilik brand berani mengajak para dai yang kerap tampil di televisi menjadi brand ambassador produk mereka. Mereka adalah para dai yang kerap ditonton di televisi, sehingga bisa dibayangkan kekuatannya bisa ampuh mendorong penjualan produk tertentu.

Mengapa para pemilik brand senang menggunakan para dai sebagai brand ambassador mereka? Ingat, populasi muslim di Tanah Air mencapai 200 juta jiwa lebih, sehingga ini pasar paling hot dan profitable. Sebagaimana perannya di bidang politik, dai sebagai brand ambassador pun akan dapat memberikan pengaruh besar yang luar biasa dalam penggunaan produk di kalangan konsumen muslim. Mereka pun menjadi influencer yang mungkin bisa memberikan rasa nyaman (peace of mind) bagi konsumen muslim.

Pendorong Konsumsi
Hasil riset CMCS menemukan bahwa dai memiliki kekuatan pengaruh luar biasa dalam keputusan pembelian konsumen muslim. Seperti terlihat di tabel di bawah ini bahwa hampir di semua usia, para responden menilai terpengaruh oleh dai dalam memutusskan pembelian produk. Umumnya jenis produk yang terpengaruh oleh ajakan dai adalah busana muslim, travel haji/umroh, produk perbankan/investasi syariah, elektronik, dll.



Apabila dahulu dalam artikelnya The Javanese Kijaji: The Changing Role of A Cultural Broker (1960), Clifford Geertz menemukan perubahan peran dai yang pada abad XIX sebagai pemimpin lokal keagamaan dan jadi ancaman terhadap perlawanan Pemerintah kolonial dan berubah menjadi jubir politik di tahun 1950-an. Melihat fenomena aktual bahwa dai jadi bintang iklan, apakah kini dai telah bertransformasi menjadi pendorong konsumsi konsumen muslim? Hehehe.
0 Komentar untuk "Dai Jadi Bintang Iklan"

Back To Top