Apabila
kita cermati, pertumbuhan jumlah kelas menengah di second cities tidak kalah menarik dengan Jakarta. Pertumbuhan
jumlah kelas ini dapat dilihat dari naiknya kebutuhan moda transportasi udara.
Seiring bagusnya pertumbuhan ekonomi di daerah dan naiknya daya beli
masyarakat, maka kebutuhan pembangunan infrastruktur bandara serta pembukaan
rute-rute penerbangan maskapai pun cukup tinggi.
Ini
dapat kita lihat dari pembangunan Bandara Sepinggan Balikpapan beberapa waktu
lalu. Pada tahun 2012, bandara ini mampu menampung jumlah penumpang mencapai
6,4 juta orang setiap tahun. Tahun 2013, terjadi pertumbuhan jumlah penumpang di
bandara ini mencapai 16% yakni menjadi 7,1 juta jiwa. Melihat pesatnya
perkembangan ekonomi daerah dan kenaikan daya beli masyarakat, maka tepatlah
dilakukan perluasan kapasitas penumpang sebelum mengalami bottleneck.
Kini,
bandara Sepinggan yang terintegrasi dengan mal itu, diharapkan mampu melayani
10 juta penumpang setiap tahunnya. Dengan
pertumbuhan ekonomi Balikpapan mencapai 8,6% (2010) dan percepatan pertambahan
penduduk, kehadiran bandara ini diharapkan mampu memenuhi gairah pertumbuhan ekonomi
di wilayah tersebut.
Balikpapan
adalah contoh kasus second city yang
kehidupan ekonominya tengah menggeliat karena didorong oleh kelas menengah. Apabila kita rinci, ada beberapa
kota lain juga yang saat ini tengah mengembangkan bandaranya untuk dapat
memenuhi ledakan eksponensial kelas menengah di daerah, misalnya Bandung,
Yogyakarta, Karawang, dan sebagainya. Ketiga kota ini tengah membangun bandara
berkelas internasional untuk dapat melayani kebutuhan masyarakat.
Tahun
2014 ini, Kementerian Perhubungan RI menargetkan akan meresmikan 12 bandara
baru di wilayah Indonesia Timur. Wow. Ini adalah cermin tumbuhnya kelas
menengah di area second cities. Dampaknya,
makin banyak juga maskapai yang akan membuka rute-rute baru untuk menyerbu second cities, seperti Garuda Indonesia,
Lion Air, AirAsia, Sriwijaya, dll. Mereka paham bahwa second cities tidak kalah
menarik dibandingkan Jakarta.
Melampaui Jakarta
Dalam
laporan risetnya The Archipelago Economy:
Unleashing Indonesia’s Potential, McKinsey memperkirakan pertumbuhan second cities akan jauh lebih atraktif
dibandingkan Jakarta. Selama ini, orang menganggap bahwa Jakarta adalah potret daerah
yang memiliki pertumbuhan ekonomi besar dan cepat dibandingkan second cities. Justru sebaliknya. Berdasarkan
laporan itu, McKinsey mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jakarta tahun
2010 hanya mencapai 5,8%, sementara second
cities mencapai 6,7%. Begitupun tahun 2030 nanti akan menunjukkan gejala yang
sama bahwa second cities tumbuh lebih
besar dari Jakarta, yakni 9,1% untuk second
cities dan ibu kota mencapai 5,1%. Luar biasa.
Apabila
melihat fakta di atas, tak mengherankan jika secara paralel Pemerintah
mengintensifkan pembukaan bandara-bandara baru dan maskapai penerbangan membuka
rute-rute baru di berbagai daerah. Bahkan, pembukaan bandara-bandara baru itu merupakan
inisiatif Pemerintah yang tertuang dalam MP3EI untuk menciptakan sistem
transportasi nasional ataupun sistem logistik nasional yang terintegrasi.
Oleh
karena itu, tak mengherankan jika saat ini banyak infrastruktur bandar udara yang
akan dibangun di luar daerah mengingat potensi pertumbuhan ekonominya besar.
Pemicunya adalah pertumbuhan ekonomi, peningkatan jumlah penduduk, makin
banyaknya tenaga terampil, dan naiknya daya beli masyarakat. Sebab itu, tak
heran jika kondisi ini menyebabkan ekspansi pembangunan infrastruktur bandar
udara diperlukan.
Infrastructure Bottleneck
Saat
pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah bergairah, justru infrastruktur
transportasi kita mengalami bottleneck,
baik darat, laut, dan udara. Transportasi darat mengalami kemacetan di
mana-mana seiring pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi. Transportasi laut
kerap dianaktirikan walaupun topografi wilayah negeri ini adalah kepulauan. Dan
transportasi udara mengalami ketidaksiapan menghadapi lonjakan pertumbuhan
penumpang, sehingga di beberapa kota besar perlu melakukan ekstensifikasi
bandara agar dapat memenuhi kebutuhan.
Meskipun
demikian, dibandingkan menggunakan transportasi darat ataupun laut, kebanyakan
kelas menengah menggunakan pesawat terbang untuk kebutuhan mobilitasnya. Dengan
semakin terjangkaunya tiket pesawat terbang, maka pesawat bisa menjadi pilihan
rasional. Berdasarkan data Pefindo, tahun 2012 saja tercatat jumlah penumpang
pesawat di Indonesia mencapai 140 juta jiwa dengan trafik penerbangan pesawat mencapai
1.400.000. Luar biasa.
Dahulu,
tiket pesawat mahalnya minta ampun. Kini, dengan hadirnya low cost carrier (LCC) dan naiknya daya beli masyarakat, tiket
pesawat pun menjadi mass luxury.
Dampaknya bisa kita lihat bahwa bandara-bandara di berbagai kota dipenuhi orang
untuk berpergian atau pelesiran. Apabila musim liburan dan lebaran tiba,
bandara pun dipenuhi masyarakat. LCC telah menciptakan “demokratisasi
konsumsi”, di mana setiap orang bisa mengaksesnya. Sebagaimana slogan Lion Air,
“We make people fly”.
Locally Integrated, Globally Connected
Salah
satu inisiatif MP3EI adalah menciptakan konektivitas ekonomi secara lokal dan
global. Tumbuhnya kantong-kantong ekonomi di negeri ini menciptakan kebutuhan konektivitas
ekonomi yang terintegrasi di dalam dan ke luar negeri. Untuk itu, Pemerintah
memiliki inisiatif terciptanya Sislognas, Sistrans, dan infrastruktur ICT.
Menghadapi Asean Economic Community (AEC) memerlukan kesiapan yang ekstra agar
mampu kompetitif dibandingkan negara lainnya.
Lokal
adalah 6 wilayah koridor ekonomi (Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
dan Papua). Ke-6 wilayah koridor ekonomi itu mesti dibangun infrastrukturnya
dan diintegrasikan agar satu sama lain dapat memperkuat Sislognas atau Sistrans.
Apabila dapat mewujudkan integrasi, maka ada kemungkinan Sislognas negeri ini
dapat menjadi lebih murah dan efisien. Dengan begitu, ini bisa menjadi modal
untuk bersaing secara global. Jika urusan dalam negeri beres, maka eksposur ke
kancar global pun bisa sukses.
Di
beberapa negara yang sedang mengalami tren positif pertumbuhan di negara
berkembang sedang gencar menghilangkan infrastructure
bottleneck. China, India, Thailand, Philipina, dan lain-lain, sangat concern terhadap pembangunan infrastruktur
agar mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
0 Komentar untuk "Menyerbu Second Cities"