Hadiah dari Kelas Menengah

Judul : The $10 Trillion Prize: Captivating the Newly Affluent in China and India
Penulis : Michael J. Silverstein, Abheek Singhi, Carol Liao & David Michael
Penerbit : Harvard Business Review Press
Tahun : 2012
Deskripsi : xx + 314

Saat ini, India dan China menjadi negara penghasil kelas menengah terbanyak dalam sejarah. Ini mengalahkan Amerika Serikat, yang jumlah kelas menengahnya juga besar. Ada dua faktor yang menjadikan China dan India menjadi sangat powerful dalam menghasilkan kelas menengah.

Pertama, pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh utilisasi produksi dalam negeri untuk diekspor dan konsumsi dalam negeri. Kedua, percepatan pertumbuhan penduduk di kedua negara tersebut. Singkatnya, kondisi ekonomi di kedua negara itu sedang hoki dan dinikmati oleh banyak orang. Dan, sepertinya sudah jadi hukum alam jika dalam suatu negara memiliki jumlah kelas menengah yang banyak, maka akan menarik kelas di bawahnya. Terus berputar demikian siklusnya, sampai akhirnya semua kelas yang dibawahnya akan terbawa menjadi kelas menengah. Apabila sudah demikian, negara tersebut tengah menuju menjadi negara maju.

 China dan India adalah dua studi kasus yang sedang hangat diperbincangkan oleh para pakar, baik politik, ekonomi, marketeer, dan sebagainya. Intinya, ketika ada kelas menengah, maka di sana terdapat kemakmuran dan perubahan perilaku orangnya. Saat sudah melewati garis kemiskinan, maka yang terjadi adalah meningkatnya kebutuhan konsumsi. Tidak sekadar lagi sandang dan pangan, melainkan meningkat menjadi kebutuhan gaya hidup, hiburan, perawatan kesehatan, transportasi, komunikasi, dan sebagainya. Karena itu, para pakar ekonomi, politik, bahkan sejarawan memotret pertumbuhan kelas menengah yang terjadi di kedua negara tersebut.

 Ketika kebutuhan konsumsi meningkat, maka kelas menengah pun secara pasti mulai diasosiasikan sebagai kelas consumer. Apabila dahulu sering diasosiasikan sebagai kelas penggerak demokratisasi politik, maka barangkali saat ini kelas menengah lekat sebagai penggerak demokratisasi konsumsi. Yang dulu banyak barang tidak terakses, sekarang mulai banyak diakses. Ini juga didorong oleh kepungan barang-barang global yang ada di Indonesia, dan mudah diakses oleh kelas menengah. Contohnya ialah barang elektronik, transportasi, telekomunikasi, makanan & minuman, dll.

 Demokratisasi konsumsi dan perubahan perilaku konsumsi kelas menengah terjadi cukup drastis di China dan India. Hal ini tampak pengamatan dalam buku ini The $10 Trillion Prize: Captivating the Newly Affluent in China and India. Michael J. Silvers, dkk., adalah para konsultan Boston Consulting Group. Mereka memprediksikan bahwa pada tahun 2020, dua negara itu akan ketiban “hadiah” $10.000 triliun. Jumlah ini fantastis. Yang dimaksud dengan hadiah adalah jumlah pengeluaran kelas menengah pada tahun 2020 di China dan India setiap tahun. Ini adalah angka perkiraan spending kelas menengah yang ada di kedua negara tersebut.

Dengan terjadinya proses demokratisasi konsumsi dan perubahan perilaku, maka hal ini ditangkap sebagai usaha memanfaatkan keinginan dari kelas menengah. Oleh karena itu, secara lugas, buku ini menguraikan mengenai bagaimana cara kita mengambil peluang dari adanya hadiah $10 triliun. Pada dasarnya, secara umum, isi buku ini terdapat dibagi ke dalam tiga bagian. Pertama, bercerita mengenai perubahan ekonomi yang terjadi pada masyarakat China dan India. Dengan cukup meyakinkan, buku ini memprofilkan kelas menengah di kedua negara tersebut. Misalnya, ada kisah sukses seorang ahli farmasi yang membuka apotek sehingga bisa memiliki jaringan apotek yang kuat.

Adanya pertumbuhan kelas menengah, maka tingkat kesadaran kesehatan pun mulai meningkat. Di samping itu, ada pula kisah seorang profesor di China yang sukses membuka restoran karena pertumbuhan kotanya. Sebelumnya, sang profesor adalah dosen di sebuah universitas. Akibat revolusi kebudayaan, sang profesor tidak bisa mengajar lagi, dan akhirnya memilih untuk membuka usaha restoran. Boom! Usaha restoran sukses sesuai pertumbuhan kelas menengah dan peningkatan pendapatan masyarakat China.

 Bagian kedua dari buku ini adalah adanya kebutuhan mengenai barang konsumsi dan jasa yang dibutuhkan oleh kelas menengah. Ada banyak kategori yang saat ini sedang menjadi incaran konsumsi kelas menengah. Mulai dari aspek pendidikan, banking, makanan dan minuman, elektronik, transportasi, telekomunikasi, healthcare, dan lainnya. Beberapa aspek itu memang sedang mengalami pertumbuhan yang luar biasa di China dan India. Misalnya, dalam aspek pendidikan, kini orang China dan India sangat global-oriented. Artinya, putra-putri para kelas menengah di kedua negara tersebut sengaja disekolahkan di sekolah asing dalam negeri atau dikuliahkan di luar negeri agar mendapatkan pendidikan yang bagus sehingga dapat menunjang kehidupan karir profesionalnya.

Di samping itu, putra-putri kelas menengah ini juga dikursuskan pada lembaga-lembaga asing agar dapat menguasai bahasa asing. Selain itu, bagian ketiga adalah strategi company global best practices untuk dapat memenuhi keinginan dari kelas menengah di China dan India. Ada banyak perusahaan global yang sudah masuk ke kedua negara tersebut sejak dekade 1980-an. Para perusahaan global ini dapat menangkap kebutuhan dan keinginan kelas menengah. Misalnya, KFC di China sangat sukses membangun fast food chain sejak tahun 1990-an sehingga memiliki ribuan cabang.

Di samping itu, ada juga Yum! Yaitu sebuah brand jenis minuman yang sengaja dibangun oleh Coca-cola bersama perusahaan lokal di China untuk dapat menangkap peluang dari keberadaan kelas menegah. Secara singkat, perusahaan minuman ini sukses membangun bisnis. Menurut buku ini, pada dasarnya prinsip yang dilakukan oleh perusahaan global di China dan India adalah Paisa Vasool. Paisa Vasool adalah istilah yang digunakan oleh orang India untuk mendapatkan barang dengan kualitas bagus dan jasa yang memuaskan dengan memperhatikan harga yang terjangkau. Artinya, tipe kelas ini membutuhkan barang dan service yang bagus dengan harga terjangkau.

 Dengan besarnya populasi kelas menengah di China dan India telah menjadi peluang besar bagi perusahaan untuk menangkap spending yang mereka keluarkan. Perusahaan-perusahaan global yang lama bercokol di China dan India telah sukses mendapatkan keuntungan dari momentum ini. Bagaimana dengan perusahaan lokal? Kedua negara itu cenderung lumayan sukses membangun brand lokal dan menciptakan produktivitas tenaga kreatif per kapita.

Bagaimana dengan Indonesia? Barangkali Indonesia kelak akan menjadi negara urutan ketiga yang menjadi perhatian penting dalam pertumbuhan kelas menengah. Saat ini, pertumbuhan jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 8-9 juta jiwa per tahun. Dengan demikian, bagi kita yang bergerak di bidang pemasaran, maka ini adalah peluang besar untuk mendapatkan untung dari adanya pertumbuhan kelas menengah. Bagaimana dengan pengusaha lokal? Apakah sudah siang mendapatkan “hadiah” dari adanya kelas menengah sebagaimana terjadi di China dan India? []
0 Komentar untuk "Hadiah dari Kelas Menengah"

Back To Top