Era Kebangkitan Industri Traveling

Beberapa hari lalu, Garuda Travel Fair di Jakarta Convention Center sukses diselenggarakan. Ini adalah acara kedua kali pada tahun ini yang diselenggarakan maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Para pengunjung sangat antusias berkunjung ke event tahunan ini. Mereka rela antri untuk masuk lokasi acara melihat pameran 40 lebih pemain industri traveling, meskipun bayar tiket Rp20.000 per orang. Tidak tanggung-tanggung, pengunjung yang datang mencapai 80.000 orang dengan nilai transaksi lebih dari Rp 70 miliar. Ckckck.





Melihat antusiasnya konsumen Indonesia terhadap acara travel fair dan suksesnya acara itu dengan nilai transaksi yang besar, ini menandakan suatu kebangkitan industri traveling di Indonesia. Faktor pendorong tumbuhnya industri traveling ini adalah keberadaan konsumenkelas menengah. Mereka adalah jenis konsumen yang haus akan liburan. Bagi mereka liburan telah menjadi “kebutuhan dasar” laiknya butuh handphone. Mereka menilai bahwa liburan adalah momen yang wajib dirayakan bersama keluarga atau teman. Hampir di setiap liburan akhir tahun, liburan sekolah, lebaran, Natal, mereka merayakan liburan dengan destinasi domestik maupun luar negeri.
Oleh karena itu, saya tidak heran melihat membludaknya pengunjung di acara Garuda Travel Fair. Mereka merasa wajib datang ke event ini, meskipun mereka rela antri, sikut-sikutan, dan mengeluarkan uang demi bisa mendapatkan tiket promo Garuda Indonesia sesuai dengan destinasi. Inilah geliat konsumen kelas menengah Indonesia yang haus akan liburan. Kita bisa lihat tren beberapa industri traveling yang tumbuh seiring dengan kehadiran kelas menengah Indonesia. Setidaknya, saya melihat ada empat tren di industri traveling yang saat ini sedang tumbuh, yakni (1) tumbuhnya industri maskapai penerbangan (2) kebangkitan online travel agent (3) semarak pameran travel, dan (4) orientasi liburan kelas menengah yang ke luar negeri. Dengan melihat empat tren ini, maka saya yakin bahwa saat ini dan ke depan adalah era kebangkitan industri traveling di tanah air. Maka, para marketer bersiap-siaplah menjemput big opportunities ini.

Maskapai Penerbangan jadi Driver
Pada kategori negara berkembang, industri penerbangan Indonesia masuk dalam kategoritercepat di Asia, bahkan dunia. Sejak tahun 2008 sampai 2014, pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang mencapai 16%. Seiring pertumbuhan ekonomi dan naiknya jumlah konsumen kelas menengah, pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang pada tahun 2015 bisa mencapai 20%. Pada tahun 2014 ini diperkirakan pertumbuhan jumlah penumpang mencapai lebih dari 100 juta jiwa. Melihat tingginya angka pertumbuhan jumlah penumpang ini membuat para pakar berkeyakinan bahwa pada tahun 2021 jumlah penumpang pesawat terbang akan mencapai angka 180 juta jiwa, seperti terlihat pada data di bawah ini. Ckckckck.

Maskapai penerbangan (khususnya low cost carrier) adalah faktor pendorong tumbuhnya industri traveling di tanah air. Meledaknya jumlah penumpang pesawat terbang tidak lepas dari peran maskapai penerbangan murah alias LCC. Biangnya adalah Lion Air. Ini terlihat dari penguasaan pasar dan pertumbuhan LCC Lion Air yang tumbuh secara mengagumkan. Sampai saat ini, Lion Air adalah market leader maskapai penerbangan di Indonesia mengalahkanGaruda IndonesiaAir Asia, dan lainnya. Apabila kita tinjau dari data grafik yang ada, Lion Air adalah maskapai penerbangan yang pertumbuhannya sangat mengesankan sehingga menyalip posisi Garuda Indonesia, seperti terlihat pada grafik di bawah ini.

Oleh karena itu, tak heran apabila maskapai penerbangan Lion Air menjadi pelopor untuk “menerbangkan” masyarakat Indonesia kemanapun dan kapanpun. Hampir semua rute penerbangan dalam negeri dan beberapa tempat di luar negeri dilayani oleh maskapai penerbangan ini. Hal ini sangat relevan dengan tagline maskapai penerbangan milik Rusdi Kirana itu yakni “We Make People Fly”. Melihat data grafik pertumbuhan Lion Air dan banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan Lion Air, maka tak berlebihan jika Lion Air lah yang memungkinkan masyarakat Indonesia untuk bisa menjangkau kebutuhan penerbangan.

Dengan melihat angka pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang Indonesia saat ini dan ke depan, tak berlebihan apabila semua pemain industri maskapai penerbangan berlomba-lomba menambah armada pesawat dan memperluas rute penerbangan di pasar domestik dan internasional. Hal ini tampak pada bos Lion Group Rusdi Kirana yang baru-baru ini memborong pesawat Airbus dan Boeing untuk menambah jumlah armada. Rusdi Kirana memborong Airbus sejumlah 234 pesawat senilai US$ 24 miliar dan 230 pesawat Boeing senilai US$ 21,7 miliar. Fantastis. Dengan demikian, semakin banyak pesawat yang dibeli, maka semakin mudah memperluas rute penerbangan domestik dan internasional.
Untuk kebutuhan traveling, pesawat menjadi solusi bagi kebutuhan kelas menengah. Mereka enggan naik jenis transportasi lain yang kurang efektif dan efisien. Adanya pesawat terbang murah, mereka bisa menjangkau ke berbagai rute yang diinginkan dengan harga terjangkau. Umpamanya, untuk liburan ke Yogyakarta, Surabaya, Singapura, dll., kelas menengah cenderung menggunakan pesawat terbang daripada naik bus atau kapal laut.
Kebangkitan Online Travel Agent
Apabila Anda perhatikan bagaimana jalannya peta persaingan travel agent dan online travel agent, maka bisa kita lihat begitu sangat ketat. Seiring terjadinya ledakan jumlah konsumen kelas menengah Indonesia (middle-class boom), hal ini mendorong orang untuk memiliki kebutuhan berlibur, baik melalui travel agent ataupun independent traveler. Kini, baik travel agent (offline-based), online travel agent, maupun pemain industri transportasi (maskapai penerbangan, bus pariwisata, kereta api) berebut pangsa pasar traveler yang tumbuh demikian menggeliat.
Era internet memudahkan masyarakat Indonesia untuk melakukan perencanaan traveling. Akibatnya, banyak keputusan pembelian paket wisata dilakukan melalui online travel agent. Travel agent tradisional makin ditinggalkan karena semakin irrelevant dengan perubahan perilaku masyarakat Indonesia yang semakin techy dantechnology savvy. Hampir 1.000 lebih travel agent tradisional tutup karena tidak bisa berubah dan beralih ke era digital. Yang bisa memanfaatkan dari perubahan perilaku konsumen Indonesia dari gaptek ke techy dan canggih adalah online travel agent.
Oleh karena itu, Anda bisa lihat sendiri bagaimana para pemain online travel agent tumbuh bak jamur di musim penghujan. Mereka beramai-ramai mengincar pasar traveler Indonesia yang setiap tahun jumlahnya makin membesar. Kita lihat kehadiran brand-brand online travel agent yang begitu digdaya seperti Panorama Group, Traveloka, TripAdvisor, Wego, TX Travel, Expedia, Yuktravel, Gonla, dan lainnya. Para pemain asing pun berbondong-bondong masuk ke Tanah Air untuk bisa mengambil ceruk pasar traveling di Indonesia seperti Agoda, TripAdvisor, Wego, dan lainnya.

Tumbuhnya online travel agent ini tidak lepas dari pengaruh perubahan konsumen Indonesia yakni dari dulunya kuper dan gaptekmenjadi semakin well-informed dan techy. Dalam hal perencanaan dan pembelian berbagai produk traveling, mereka lebih senang melakukan di dunia online ketimbang mendatangi kantor travel agent. Mereka rajin mencari destinasi yang ingin dituju, mencari tahu tentang benefit produk travel yang sesuai, tiket pesawat atau kereta, tentang penginapan, tempat wisata kuliner yang unik, dan sebagainya. Semua itu dilakukannya di internet daripada tanya-tanya di kantor travel agent.
Ada tiga jenis kategori online travel agent, yakni booking online, travel review, dan online aggregator. Dari ketiga jenis kategori itu, online aggregator yang akan menjadi tren. Mengapa? Seiring dengan karakteristik konsumen yang getol mencari-cari (searching) benefit value yang terbaik. Kelas menengah adalah value-seeker, karena itu mereka kerap membuka banyak situs online travel agent untuk bisa membandingkan berbagai value yang akan diperoleh. Dengan platform yang terintegrasi, online aggregator bisa memberikan benefit terbaik bagi traveler.

Secara operasional, ketiga jenis model bisnis online travel agent ini memiliki perbedaan signifikan, seperti tertulis di bawah ini. Di antara ketiga jenis itu, online travel aggregator menjadi model bisnis baru yang tidak dimiliki oleh dua pendahulunya yakni booking online dan travel review. Sebagai orkestrator, aggregator memungkinkan antarpihak online travel agent, para supplier (maskapai, kereta api, bus) berkumpul dalam satu platform sehingga memudahkan end-user untuk mencari value yang diinginkan.
Selama ini, apa yang menjadi kendala bagi traveler ialah keinginnan mencari value yang ingin didapatkan. Value paling mendasar adalah destinasi wisata dan harga tiket murah. Apa yang dilakukan oleh traveler biasanya ialah mencari tempat wisata dan ongkos yang harus dibayarnya. Mereka kerap membuka berbagai situs online travel agent, maskapai penerbangan, atau kereta api untuk mengetahui informasi harga. Oleh karena itu, online aggregator menjadi solusi bagi para traveler yang value-seeker.
Kita lihat bagaimana Tiket.com dan Wego tumbuh luar biasa. Mereka berani merambah dunia online travel agent dan menjadikan mereka sebagai partner untuk menjaring end-user yang ingin berpelesiran. Bagi traveler, online aggregator menjadi sangat masuk akal dibandingkan booking online dan travel review. Di booking online, traveler hanya mendapatkan informasi mengenai destinasi wisata ataupun harga paket yang ditawarkan oleh online travel agent tertentu. Tak jauh berbeda dengan travel review, traveler mendapatkan informasi mengenai ulasan destinasi atau produk tertentu (hotel, maskapai, fasilitas transportasi, dll) serta harga paket produk yang ditawarkan online travel agent. Online aggregator merangkul semua pihak travel agent untuk bergabung menjadi kekuatan besar. Pola kerjsama ini menghasilkan B2B partnership.

Salah satu penunjang kesuksesan online travel agent adalah adanya platform yang memungkinkan setiap orang untuk bisa berpartisipasi dan cerita mengenai perjalanan wisatanya di media sosial dan blog. Salah satu kehebatan online travel agent adalah mampu menyediakan platform untuk sharing stories di dunia online. Bila kita amati bahwa cerita tentang perjalanan menjadi bagian penting dalam kehidupan para traveler. Mereka bisa bertanya, pamer foto, cerita tentang kesan-pesan traveling, memberikan penilaian (rating) atas destinasi wisata atau hotel tertentu, dan lainnya, seperti terlihat pada gambar customer journey di bawah ini.

Semarak Travel Fair
Setiap menjelang liburan panjang sekolah, libur akhir tahun, libur hari raya (Lebaran dan Natal), dan lainnya., maka event organizer pun rajin membuat berbagai acara travel fair di berbagai kota. Tujuannya adalah menarik konsumen Indonesia untuk menghadiri acara tersebut. Acara itu dikemas dengan unik dan menghadirkan para pemain di industri traveling: hotel, travel agent, maskapai penerbangan, dll.
Garuda Travel Fair adalah salah satu pameran travel yang kerap banyak didatangi oleh para calon traveler. Selain itu, ada The Indonesia Travel and Holiday Fair, Astindo Fair, Kompas Travel Fair, The Majapahit Travel Fair, Travel Religi Expo, Pameran Travel Indie Indonesia, Pameran Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Pameran Wisata Religi Indonesia, Gebyar Wisata dan Budaya Nusantara, dll.

Ramainya penyelenggaraan travel fair di berbagai kota memberikan angin segar bagi kelas menengah Indonesia. Mereka adalah jenis konsumen yang haus akan liburan dan sangat value oriented. Adanya travel fair menyediakan berbagai paket tur menarik, harga tiket pesawat promo, destinasi unik, dll. Di travel fair, semua berkaitan dengan industri traveling dihadirkan. Oleh karena itu, tatkala liburan sudah jadi kebutuhan dasar dan pertumbuhan industri traveling menakjubkan, maka travel fair adalah ajang mempertemukan antara konsumen dan pemain industri. Inilah yang menyebabkan travel fair di manapun tak pernah sepi dikunjungi oleh end-user maupun supplier.
Orientasi Liburan Makin ke Luar Negeri
Liburan ke luar negeri telah menjadi tren di kalangan kelas menengah. Mereka tidak hanya cukup berlibur di dalam negeri, melainkan mereka pun mencari destinasi liburan ke luar negeri. Tatkala liburan ke luar negeri memberikan benefit fungsional danemosional yang luar biasa, maka liburan jenis outbound ini pun menjadi daya tarik baru. Ada banyak faktor mengapa liburan ke luar negeri semakin diminati, diantaranya adalah terjangkaunya harga tiket ke luar negeri, melek wisata luar negeri, ke luar negeri demi idola, dll.
Apabila kita lihat data BPS, maka sejak tahun 2008, pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang tumbuh 20% setiap tahunnya. Pertumbuhan ini terjadi secara merata untuk tujuan domestik (dalam negeri) ataupun internasional. Ini terlihat dari data grafik di bawah ini:

Dahulu, liburan ke luar negeri dinilai barang mewah. Saat ini, liburan ke luar negeri telah menjadi mass luxury, di mana liburan ke luar negeri telah menjadi lumrah (mainstream). Data Euromonitor menunjukkan perkembangan liburan orang Indonesia ke luar negeri cukup tinggi. Setiap tahunnya bisa tumbuh 20%. Liburan ke luar negeri yang dulu dinilai “menakutkan” karena menghabiskan biaya mahal dan membutuhkan rasa percaya diri atau pengetahuan untuk berani melanglang buana, maka liburan ke luar negeri saat ini mirip liburan ke Bali atau Yogyakarta.
Bayangkan saja saat ini jumlah orang Indonesia yang berlibur ke Singapura dan Malasyia menyerupai orang liburan ke Yogyakarta. Fantastis. Untuk apa mereka berlibur ke luar negeri? Ada banyak alasan orang Indonesia berliburan ke luar negeri, diantaranya adalah cari pengalaman baru (wisata kuliner, belanja, wisata alam, dll), sport tourism (nonton Moto GP, lihat klub sepak bolaidamannya main di stadion, ikutan lari marathon), medical tour (cek kesehatan, rawat inap, perawatan kecantikan), wisata religi(umroh), dan lainnya.
Naiknya daya beli masyarakat, semakin terjangkaunya tiket pesawat ke luar negeri (thanks to LCC), tingkat pendidikan masyarakat makin tinggi (well-informed dan cas-cis-cus bisa bahasa Inggris), dan benefit emosional (bisa narsis di Marlion, nampang di Petronas Towers, pamer di Burj Khalifa, motret dengan latar belakang Kabah atau Abraj Albait, kemudian diunggah di social media), liburan ke luar negeri menjadi sangat penting. Secara hitung-hitungan, bisa jadi liburan ke luar negeri benefitnya lebih besar ketimbang di dalam negeri.
Larisnya liburan ke luar negeri juga disebabkan oleh kegemaran terhadap artisatlet, atau klub tertentu di luar negeri. Masih ingat cerita penolakan konser Lady Gaga di Jakarta? Sebagian besar ormas Islam menentang konser itu hingga akhirnya Lady Gaga batal datang ke Jakarta. Lady Gaga mengganti tempat konsernya itu di Singapura. Para penggemar Lady Gaga dari Indonesia pun berbondong-bondong menonton sang idolanya di Singapura. Mereka tak peduli merogoh kocek lebih dalam karena harga tiket, transportasi, dan akomodasinya lebih mahal di negara tersebut. Demi sang idola, mereka rela membayar mahal.
Begitupun terjadi pada laga persahabatan antara klub sepakbola Arsenal dan Malasyia. Para Gooners (sebutan fans klub Arsenal) itu kecewa karena klub pujaannya memilih bermain di Malasyia daripada di Indonesia. Tetapi, tak patah arang, para Gooners Indonesia pun pergi berbondong-bondong menonton klub Liga Primer Inggris itu di stadion Bukit Djalil Malasyia. Demi memenuhi hasrat kepuasan menonton idola pujaan, jarak jauh pun mereka tempuh.
Tak hanya musisi dan klub sepakbola, fanatisme masyarakat Indonesia untuk menonton idolanya di luar negeri juga ditempuh tatkala ada balapan Moto GP di Singapura. Mereka rela membayar tiket pertunjukan dan ongkos pesawat mahal demi memuaskanhasratnya. Seperti dituturkan oleh salah seorang pengelola online travel agent bahwa setiap kali pertunjukan ini mereka bisa memboyong sekitar 50 orang rombongan untuk menonton Moto GP. Belum lagi travel agent besar lainnya, yang menurut ceritanya bisa memberangkatkan sekitar 100 orang untuk nonton Moto GP. Mantabss.
Mengikuti tren yang sama, ini juga terjadi pada para pecinta lari marathon yang kerap ikut-ikutan lomba lari marathon di luar negeri. Jumlah peminatnya masih terbilang kecil, tetapi dari tahun ke tahun semakin tinggi. Hal ini tidak lepas dari kesadaran gaya hidup sehat pada masyarakat Indonesia dan tumbuh kembangnya keanggotaan Indo Runners yang kerap membuat acara sport tourism ke negara tertentu.
Melihat empat tren di atas, maka saya optimis bahwa industri traveling Indonesia akan maju pesat. Para marketer harus jeli melihat peluang besar ini. Maka, bersiap-siaplah menghadapi tantangan era di mana liburan telah menjadi kebutuhan dasar.
0 Komentar untuk "Era Kebangkitan Industri Traveling"

Back To Top